PEMBAHASAN
1.
Pandangan
Aliran Islam Tentang Takdir
Sudah berpuluh
abad manusia melakukan kajian tentang takdir, sejarah mencatat bahwa pembahasan
tentang takdir ada pada zaman yunani yang sudah terpecah menjadi dua pandangan,
yaitu pertama. Pandangan aliran
filsafat Epicurisme, dimana aliran ini mempunyai pemikiran bahwa manusia adalah
manusia merupakan pencipta (free will)
ia bebas melakukan sebuah perbuatan, manusia adalah pencipta perbuatan. Aliran
filsafat Epicurisme sudah ada pada 341-270 SM dengan Epicurus sebagai tokoh
utama pemikir aliran ini. Kedua. Pandangan
aliran filsafat Riwaqqisme, dimana aliran ini mempunyai pandangan bahwa manusia
tidak mempunyai free will, manusia
tidak bebas dan terikat dengan apa yang telah ditetapkan pada mereka. Dengan
adanya dua pandangan ini memberikan pengaruh yang begitu besar dalam melihat
hubungan antar
Dalam kaca mata
islam pembahasan tentang takdir sudah dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu.
Pembahasan tentang takdir dalam islam tidak lepas kaitannya dari permasalahan
politik yang kemudian menjadikan umat islam terbagi menjadi beberapa aliran.
Setiap aliran dalam islam mempunyai pandangan sendiri-sendiri tentang konsepsi
takdir. Nabi pernah bersabda bahwa umat islam akan terpecah menjadi 73 firqah,
dan itu terbukti setelah wafatnya rasul bermunculan firqah-firqah dalam islam.
Aliran-aliran besar
dalam islam seperti Mu’tazilah, Jabariyah, dan As-Syariyah merupakan tiga
pandangan besar tentang takdir dalam islam. Pokok-pokok pikiran yang
dikemukakan oleh tiga kelompok ini memang tidak jauh berbeda dengan pandangan
dari dua aliran filsafat Epicurisme dan Riwaqqisme. Berikut lebih rinci pokok
pikiran dari ketiga aliran besar dalam islam yang membahas tentang takdir.
1.
Mu’tazilah
Kelompok
mu’tazilah sering menyebut dirinya sebagai ahl
ad’l wa at-tauhid (Penganut faham keadilan dan tauhid), dengan pandangan
seperti ini mereka mempunyai pendapat yang kuat bahwa tuhan akan berbuat adil
terhadap makhluknya untuk berbuat dan berkehendak bebas. Banyak yang menyebut
bahwa orang-orang mu’tazilah selalu mengedepankan akal, karena kaum mu’tazilah
percaya bahwa dengan akal akan bisa menjunjung tinggi perintah-perintah syara’.
2.
Jabariyah
Kelompok
ini sangat kontradiktif dengan pandangan mu’tazilah, aliran Jabariyah sangat
percaya bahwa manusia diciptakan oleh Allah dan dalam perbuatannya manusia
dalam keterpaksaan (determinisme),
tidak memiliki kemampuan apapun dalam memilih dan bertindak.
3.
As-Syariyah
Aliran
ini dikenal dengan aliran yang berada ditengah antara perbedaan pandangan dari
Mu’tazilah dan Jabariyah, hal ini dikarenakan sang pemikir aliran ini yaitu abu
Hasan adalah murid dari seorang mu’tazilah yaitu Juba’iy, maka pandangan yang
sangat mengedapankan akal diserap oleh Abu Hasan dan memunculkan pandangan
bahwa manusia mempunyai sebuah kebebasan dan tuhan mempunyai kehendak. Tapi
yang patut disayangkan dari pendapat kaum as-syariyah bahwa pandanganya tentang
takdir terlalu abstrak dan tetap condong kearah tuhan mempunyai kekuatan besar
dalam berkehendak terhadap manusia. Menurut as-syariyah kehendak tuhan adalah
mutlak. Dia mutlak berkehendak dan berbuat. Untuk itu tidak ada satu pun yang
terjadi pada diri manusia dengan kekuatanya sendiri, melainkan dengan kehendak
dan kekuasaan tuhan.
Perbuatan
manusia tidak diciptakan manusia itu sendiri melainkan oleh Allah SWT. Tetapi
pada saat yang bersamaan dengan diciptakan perbuatan itu, manusia punya andil
yang disebut kasb. Tapi anehnya kasb bukanlah faktor yang menciptakan perbuatan,
akan tetapi perbuatan manusia tecipta karena kehendak tuhan berdasarkan
kemampuan dan kehendak manusia.
2. Bentuk
Determenisme Tuhan dan Kebebasan Manusia
Ada sebuah
hadist yang menyatakan bahwa manusia hanya dapat menilai dari bentuk dhahir
saja, dan tuhan tahu apa saja yang ghaib. Hadist ini memberi pengertian bahwa
manusia adalah makhluk yang lebih dominan material, sehingga apa saja yang
dapat di inderai manusia itulah yang akan lebih bisa dipegang dan diyakini
manusia.
Bentuk
determinisme tuhan pada kehidupan manusia juga pasti ada yang berbentuk
material. Hal itu biasa disebut sebagai sunnatullah, yaitu hal yang sudah
seharusnya terjadi. Kondisi geografis, dan kondisi biologis adalah bentuk
determinime tuhan yang berupa material. Bumi diciptakan dengan berbagai macam
bentuk geografis, ada yang bersuhu dingin, panas, ada yang lebih banyak musim
hujan, ada yang lebih banyak musim kemarau, ada yang proporsional itulah bentuk
determinisme tuhan. Dalam segi biologi manusia diciptakan tuhan dengan berbagai
macam sisttem yang mendukung segala aktifitasnya, mulai dari sistem pencernaan,
pernafasan, sisten pembakaran dalam tubuh, dan lain sebagainya. Sebuah bentukan
biologis tuhan inilah merupakan sebuah determisme tuhan dalam bentuk material.
Sunnatullah yang
ada dalam kehidupan ini akan menjadikan manusia mempunyai batasan dan terbatas,
misalnya ketika manusia diberi kebebasan oleh tuhan untuk mengatur pola kesehatanya,
kemudian manusia memilih untuk mengkonsumsi minuman keras dan narkotika, maka
secara kemerdekaan manusia itu sah, tetapi determenisme tuhan secara material
berkata lain, tubuh yang sudah tercipta sedemikian rupa ini akan menjadi lemah
dan akan memperoleh akibat atas kebebasan yang dilakukan manusia, sehingga
manusia akan memperoleh takdirnya yaitu terkena penyakit bahkan kematian.
Dengan adanya
determenisme tuhan secara material dan
kebebasan manusia ini, maka akan tercipta rasa keadilan dalam takdir. Tuhan
telah memberi ciptaan yang sedemikian rupa denga berbagai aturan untuk kebaikan
tubuhnya, dan manusia juga mempunyai kebebasan untuk memperlakukan tubuhnya.
Ibarat sebuah motor yang telah diciptakan dari pabriknya dan diturunkan
kepasaran, motor tersebut sudah tercipta seperti itu dan ada tata cara
perawatan, dan si pengen dara boleh memperlakukan motor, apakah ia mau tidak
pernah disevice atau motor tersebut dibuat ugal-ugalan sehingga cepat rusak,
itu semua kebebasan ada ditangan si pengendara motor.
3. Memahami
Takdir dengan menganalisa peristiwa
Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang dihormati oleh tuhan dengan diberi amanah oleh tuhan
untuk menjaga bumi ini, walaupun tanpa bisa dipungkiri manusia mempunyai kekurangan
yang begitu banyaknya seperti disindir oleh malaikat. Tapi penurunan manusia
kebumi memang penuh kontroversi karena manusia diturunkan kebumi dengan tidak
hormat oleh tuhan.
Nabi adam
diturunkan kebumi karena melanggar larangan tuhan dengan memakan buah
keabadian. Sangat wajar tuhan menurunkan sang adam untuk turun ke bumi bersama
ibu hawa, karena tuhan telah mengingatkan rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh
adam disurga, namun adam dengan sifat manusiawinya tergoda untuk melanggar
aturan yang dibuat tuhan itu. Peristiwa adam yang tetap memakan buah keabadian
dapat dikatakan seperti konsep motif atau tindakan tak sadar yang dikemukakan
oleh Antony Gidden, maksudnya adalah Motif lebih merujuk ke potensial bagi
tindakan, ketimbang cara (mode) tindakan itu dilakukan oleh si agen. Motif
hanya memiliki kaitan langsung dengan tindakan dalam situasi yang tidak biasa,
yang menyimpang dari rutinitas. Sebagian besar dari tindakan-tindakan agen
sehari-hari tidaklah secara langsung dilandaskan pada motivasi tertentu. Pada
saat Ibu Hawa merayu adam untuk mengambil buah keabadian secara tidak sadar
adam melakukan hal yang tidak tahu apa motiv untuk melakukan hal tersebut.
Apapun bentuk
kesadaran yang dimiliki adam pada saat itu tuhan telah memberi batasan atas apa
yang harus dilakukan, sehingga secara tidak langsung tuhan telah menjelaskan
konsekuensi yang akan terjadi. Secara tidak langsung hukum kausalitas ada pada
saat itu. Tuhan telah memberi rambu-rambu, manusia mempunyai kebebasan atau
kemerdekaan, tapi manusia tidak bisa lepas akan konsekuensi atas apa yang
diperbuatnya. Kalau Hegel mengatakan, bahwa manusia bebas untuk memilih apa
yang ia kerjakan, namun disisi lain manusia harus menerima akan mengabaikan
pekerjaan lain yang tidak ia pilih.
Peristiwa
turunya nabi adam dapat dicermati bahwa Allah telah menetapkan suatu peristiwa
dan manusia akan masuk akan masuk dalam peristiwa itu, dan manusia akan bebas
untuk memilih apa yang ia kerjakan dalam
peristiwa itu, tapi manusia akan tetap mendapat konsekuensi atas apa
yang ia pilih.
Pada peristiwa
lain yang memperlihatkan sebuah takdir dan ikhtiyar manusia adalah ketika
peristiwa perang badar yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 H
dan bertempat di perigi bernama Badar, pada saat itu pasuka umat islam
berjumlah 313 melawan pasukan Quraisy yang berjumlah 1000 orang. Jumlah pasukan
yang hanya seperempat dari pasukan Quraisy secara rasional maka akan mudah
dikalahkan karena 1 orang muslim akan menghadapi kurang lebih 3 sampai 4 orang
kaum kafir Quraiys, sehingga mustahil untuk menang. Maka dari itu nabi terus
berdo’a kepada tuhan dengan penuh nada negosiasi. Rasulullah
tidak henti-henti memanjatkan do’a kepada Allah memohon pertolongan. Untuk
menebalkan iman tenteranya dan meneguhkan semangat barisannya, Rasulullah
menghadapkan mukanya kepada sekelian tenteranya sambil memohon kepada Allah
yang ertinya : “Ya Allah! Hamba memohon kepada Engkau akan janji dan perjanjian
Engkau. Ya Allah! Jika Engkau berkehendak
(mengalahkan pada hamba), tidak akan Engkau disembah lagi.”
Peristiwa
tersebut dapat dilihat bahwa nabi dan para sahabatnya mempunyai ikhiyar yang
besar dan tetap memilih berperang walaupun secara rasional sulit untuk menang,
tapi jangan dilupakan juga sebuah determenisme tuhan yang mungkin ijabah dari
doa’a rasul yang penuh negosiasi.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Manusia telah
berabad-abad memperdebatkan masalah takdir dan ikhtiyar, diyunani ada dua
aliran filsafat yaitu pertama. Pandangan
aliran filsafat Epicurisme, dimana aliran ini mempunyai pemikiran bahwa manusia
adalah manusia merupakan pencipta (free
will) ia bebas melakukan sebuah perbuatan, manusia adalah pencipta
perbuatan. Kedua. Pandangan aliran
filsafat Riwaqqisme, dimana aliran ini mempunyai pandangan bahwa manusia tidak
mempunyai free will, manusia tidak
bebas dan terikat dengan apa yang telah ditetapkan pada mereka. Dengan adanya
dua pandangan ini memberikan pengaruh yang begitu besar dalam melihat hubungan
antar. Tidak kalah dalam islam, ada tiga golongan besar yaitu Mu’tazilah,
Jabariyah, dan As-syariyah yang mempunyai pikiran-pikiran tentang takdir.
Mu’tazilah dengan mengedepankan akal sehingga manusia mempunyai kehendak bebas,
kemudian Jabariyah dengan bentuk determinisme tuhan yang begitu tinggi, sehingg
manusia tidak bisa kehendek apapun, dan ada As-Syariyah yang mengaku
berpandangan menengah dalam takdir.
Determinisme dan
kebebasan selalu menjadi perdebatan, sehingga harus diketahui bahwa ada
bentuk-bentuk determinisme tuhan terhadap manusia, yaitu tuhan memberikan
kehendak pada mannusia, serta menciptakan sebuah kondisi biologis dan geografis
yang itu dapat menjadikan keterbatasan manusia. Sehingga manusia dalam
melakukan kebebasannya akan selalu diikuti oleh konsekuensi.
Maka dari itu,
agar dalam mempelajari takdir lebih mudah, maka lebih banyak melihat dan
membaca peristiwa, kemudian dianalisa, diamana letak kebebasan manusia, dan
dimana bentuk-bentuk determinisme tuhan. Seperti halnya peristiwa turunya nabi
adam dan peristiwa perang badar, dua peristiwa ini kiranya sedikit banyak dapat
memberi penjelasan tentang ikhiyar dan takdir ketika dikorek lebih dalam.
Daftar
Pustaka
Abdurrahman,
A. Sa’id Aqil Human. 2012. Penjelasan
Menyeluruh Mengenai Qadla’ dan Qadar. Bogor: Al-Azhar
Effendi,
Djohan., Natsir, Ismed. 2013. Catatan
Harian Ahmad Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam. Jakarta: LP3ES
Khallaf,
Abdul Wahab. 2005. Politik Hukum Islam.
Yogyakarta: Tiara Wacana
Kusumawati,
Rohana., Retnaningati, Dewi. & Hidayat, Muhammad Luthfi. 2012. Detik-detik Ujian Nasional: Biologi.
Jakarta: Intan Pariwara
Nasution,
Harun. 2008. Teologi Islam: Aliran Aliran
sejarah analisa perbandingan. Jakarta: UI Press
Siti.
2009. “Perang Badar”. www.comp.nus.edu,
terakhir diakses pada 25 Maret 2013